ARTIKEL
”ISTIDLAL
DALAM ILMU MANTIQ ”
DISUSUN
OLEH :
ROZANA
PRODI
: EKONOMI SYARIAH (III.A)
NIM
: 36 21 15 OO19
PENGAMPU
: WIRA SUGIARTO. S.IP., M.Pd. I
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BENGKALIS
T.A.
2016/2017
Istidlal, secara lughawi, adalah
mencari dalali, keterangan, indikator atau petunjuk sehingga dapat diperoleh
sesuatu pengertian atau kesimpulan. Dalam terminologi ilmu Mantik, Istidlal
adalah berpindahnya pikiran, dengan teknik tertentu, dari sesuatu yang sudah
diketahui (ma’lum) kepada sesuatu yang belum diketahui (majhul) sehingga yang
belum itu dapat diketahui.
Istidlal merupakan pembahasan
yang tepenting dalam ilmu mantik, karena mengambil kesimpulan yang benar adalah
menjadi fungsi utamanya.
Para ahli mantik membagi istidlal
ke dalam beberapa bagian diantaranya istidlal Qiasi dan Istidlal Istiqra’i.
Qiasi menurut bahasa berarti ukuran atau mengembalikan sesuatu kepada persoalan
pokoknya. Sedangkan secara istilah qiasi digunakan untuk menyatakan proses
penalaran sistematis dan logis tentang maujudad yang terucapkan dan pengucapan
maujudad yang disusun dari keputusan-keputusan logis sehingga menghasilkan
kesimpulan.
Jadi Istidlal qiasi adalah upaya
akal-pikir untuk memahami sesuatu yang belum diketahui melalui yang sudah
diketahui dengan menggunakan kaidah-kaidah berpikir (logika) yang telah
diterima kebenarannya.
Sedangkan Istidlal istiqra’i
adalah penarikan kesimpulan secara induktif, yang dimulai dengan
percobaan-percobaan kecil untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan kecil yang
diharapkan, setelah percobaan-percobaan berikutnya, akan bermuara kepada
penemuan kesimpulan yang sifatnya umum (general).
Dalam pembahasan istidlal qiasi
ada beberapa unsur yang perlu dimengerti terlebih dahulu, yaitu :
1.
Lafazh-lafazh
dalam qadhiyah-qadhiyah qias, terbagi kepada tiga yaitu :
a.
Had
Ashghar adalah lafazh yang menjadi maudhu’ pada natijah. Untuk lebih jelas,
adapun contohnya yaitu :
Arak yang memabukan
Setiap yang memabukan haram
.’. Arak haram
Lafazh
arak yang menjadi maud hu’ pada
natijah adalah had ashghar ( lafazh kecil ). Arak disebut had ashghar( lafazh kecil ) karena cakupannya lebih
kecil dibandingkan dengan cakupan lafazh haram.
b.
Had
Akbar adalah lafazh yang menjadi mahmul pada natijah. Dalam contoh diatas, lafazh haram pada natijah disebut had akbar (lafazh besar) karena
cakupannya lebih besar dibandingkan dengan arak.
c.
Had
Ausath adalah lafaz yang di ulang dua kali, sekali dalam qadhiyah qias yang
pertama dan sekali lagi dalam qadhiyah qias yang kedua.
2.
Qadhiyah-qadhiyah
dalam Qias
Di
dalam qias selalu terdapat 3 qadhiyah, yaitu :
a.
Muqaddimah
Shughra adalah qadhiyah yang didalamnya terdapat had ashghar.
b.
Muqaddiamah
Kubra adalah qadhiyah yang didalamnya terdapat had akbar (lafazh basar).
c.
Natijah
adalah qadhiyah yang dibangun dengan merangkai hak ashghar dengan hak akbar.
Kata Qias berasal dari bahasa
Arab yang berarti ukuran. Maksudnya adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu yang
lain. Qias dalam ilmu mantiq adalah ucapan atau kata yang tersusun dari dua atau
beberapa qadhiyah, manakala qadhiyah-qadhiyah itu benar, maka akan muncul dari
padanya dan dengan sendirinya qadhiyah benar yang lain dinamakan natijah.
Tetapi perlu dicatat bahwa bila qadhiyah tidak benar bisa saja natijahnya
benar. Tetapi benarnya itu adalah kebetulan.
Qias
terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Qias Iqtirani, terbagi menjadi
dua yaitu :
a.
Qias
Iqtirani Hamli
Iqtirani,
secara lughawi, adalah menyertakan, mengumoulkan, menyusunkan. Sedangkan hamli
jika dikaitkan dengan qadhiyah adalah kalimat sempurna (elektif) dalam bahasa
indonesia. Jadi, iqtirani hamli, adalah menyusun atau merangkai kalimat-kalimat
sempurna. Yang disusun itu, biasanya adalah dua kalimat (qadhiyah) yang akan
memunculkan kalimat ketiga.
Qias
iqtirani Hamli adalah qias yang ketiga qadhiyahnya terdiri atas
qadhiyah-qadhiyah hamliyah saja.
Contoh
:
Manusia
adalah hewan, tiap hewan perlu air.
Jadi
setiap manusia perlu air
b.
Qias
Iqtirani Syarthi
Syarthi,
secara lughawi adalah mengikat. Yang dimaksudkan di sini adalah mengikat dua
qadhiyah ( kalimat ) atau lebih menjadi satu dengan menggunakan adat syarat (
kata pengandal jika, manakala, kapanpun betapapun, dan yang semacamnya ).
Contoh
:
Jika
alam bergerak, ia digerakan
Setiap
yang digerakan ada penggeraknya
:
setiap daun bergerak ada penggeraknya
2. Qias
Istitsna’I
Istitna’I
secara lughawi adaalaah pengecualian, dikecualikan. Sedangkan dalam bahasa arab
disebut Lakinna. Qias istitsna’I adalah rangkaian dua muqaddimah yang
muqaddimah keduanya dimasuki oleh kata tetapi.
Sedangkan
dalam ilmu mantik adalah qias yang natijah-nya bersumberkan salah satu dari dua
qadhiyah yang disatukan oleh adat syarat jika, manakala, betapapun,
bagaimanapun, setiap kali atau semacamnya pada muqaddimah pertama.
Qias
istitsna’I terbagi mnjadi dua yaitu :
a. Ittishali
Ittishali
adalah Qias yang muqaddimah kubra-nya terdiri atas qadhiyah syarthiyah
muttashilah.
Contoh
:
Jika hujan banyak maka tanaman subur.
Tetapi, hujan banyak.
:tanaman subur
b.
Infishali
Infishali adalah qias yang
muqaddimah kubranya terdiri dari qadhiyah syarthiyah munfashilah.
Contoh :
Pasaran
cengkih adakalanya ramai, adakalanya sepi.
Tetapi,
pasaran cengkih ramai.
:pasaran
cengkih tidak sepi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar